
Menakar Penyederhanaan Surat Suara Pemilu Serentak 2024
Menakar Penyederhanaan Surat Suara Pemilu Serentak 2024
Oleh: Ania Safitri
Staf Bagian Teknis dan Hupmas Sekretariat KPU Kabupaten Temanggung
KOMISI II DPR bersama dengan pemerintah dan penyelenggara Pemilu, yaitu KPU, Bawaslu dan DKPP telah melaksanakan rapat bersama (konsinyering) dan memutuskan pemungutan suara Pemilu Serentak Tahun 2024 dilakukan pada tanggal 28 Februari 2024. (https://nasional.kompas.com/read/2021/06/04/12324011/disepakati-di-dpr-pilpres-2024-digelar-28-februari-pilkada-serentak-27)
Dasar hukum pelaksanaan Pemilu 2024 masih mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU 7/2017) tentang Pemilihan Umum. Tidak adanya perubahan Undang-Undang Pemilu, tentu juga tidak akan mengubah ketentuan-ketentuan dalam Pemilu Serentak Tahun 2024.
Padahal, dari beberapa evaluasi pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2019, dipandang perlu untuk melakukan perubahan Undang-Undang, terutama terkait dengan banyaknya kasus kematian Badan Adhoc. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, petugas KPPS pada Pemilu 2019 yang sakit mencapai angka 11.239 orang dan korban meninggal dunia sejumlah 527 jiwa. (https://nasional.kompas.com/read/2019/05/16/17073701/data-kemenkes-527-petugas-kpps-meninggal-11239-orang-sakit?page=all)
Kelelahan pada saat penghitungan suara dipandang menjadi salah satu penyebab jatuh sakit dan meninggalnya petugas KPPS. Beban kerja yang terlalu tinggi dan riwayat penyakit meningkatkan resiko terjadinya kematian dan jatuh sakitnya petugas Badan Adhoc.
Sistem proposional dengan daftar terbuka disertai daerah pemilihan (dapil) yang besar dan sistem multipartai berkonsekuensi pada desain surat suara yang besar dan lebar terutama untuk jenis Pemilihan Anggota DPR dan DPRD.
Ketentuan Pasal 342 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengatur surat suara calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten memuat tanda gambar partai politik, nomor urut partai politik, nomor urut dan nama calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah Pemilihan.
Mengacu pada ketentuan tersebut, maka dalam 1 (satu) lembar surat suara pada Pemilu Anggota DPR Tahun 2019 terdapat 16 (enam belas) logo partai politik beserta nomor urut, 160 (seratus enam puluh) nama calon anggota DPR beserta nomor urut (dengan asumsi setiap partai mengusulkan jumlah calon paling banyak 10) serta berukuran 51 x 82 cm (Keputusan KPU Nomor 1944/PL.02-Kpt/01/KPU/XII/2018).
Bentuk dan desain surat suara yang besar dan lebar tersebut, terutama untuk Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota mengakibatkan petugas KPPS lelah dalam melakukan tahapan penghitungan suara. Tingginya surat suara tidak sah pada Pemilu 2019 juga menjadi evaluasi yang perlu diperhatikan sebagai implikasi dari desain surat suara yang tidak sederhana tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Perludem, merujuk pada sertifikat hasil Pemilu DPRD Provinsi Lampung dan Jawa Barat, tingginya surat suara tidak sah di pemilu legislatif bisa jadi disebabkan oleh dibiarkannya atau tidak dicoblos surat suara pemilu legislatif oleh pemilih. (Perludem, 2019, ‘’Evaluasi Pemilu Serentak 2019: Dari Sistem Pemilu ke Manajemen Penyelenggaraan Pemilu’’)
Bercermin dari kompleksitas desain surat suara dalam Pemilu Serentak serta memperhatikan aspek kemudahan bagi Pemilih, baik KPU maupun beberapa lembaga pemerhati Pemilu mewacanakan penyederhanaan surat suara. Ketua KPU, Ilham Saputra, menyampaikan saat ini sedang disusun kajian terhadap penyederhanaan desain surat suara. Ilham Saputra menyampaikan nantinya akan terdapat 1 (satu) atau 2 (dua) surat suara yang disampaikan ke Pemilih.(https://rumahpemilu.org/surat-suara-pemilu-2024-diusulkan-disederhanakan/)
Wacana penyederhanaan surat suara juga disampaikan Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT). Surat suara diusulkan hanya 1 (satu) lembar serta mengusulkan daftar nama calon tidak dicantumkan dalam surat suara.
Namun, wacana penyederhanaan surat suara tentu juga harus mempertimbangkan ketentuan Undang-Undang Pemilu yang saat ini belum diubah oleh DPR. Ketentuan Pasal 342 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 masih mengatur hal-hal yang perlu dimuat dalam surat suara.
Apabila desain surat suara disusun dengan hanya mencantumkan logo partai dan kolom kosong untuk menuliskan pilihan calonnya, maka perlu dipertimbangkan ketentuan Pasal 353 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur mekanisme pemberian suara dilakukan dengan mencoblos. Selain itu, KPU juga perlu melakukan redesain formulir Model C-Plano untuk menyesuaikan desain surat suara.
KPU juga harus segera menyampaikan hasil kajian penyederhanaan desain surat suara kepada Komisi II DPR dalam rangka mendorong perubahan Undang-Undang untuk mengakomodir beberapa ketentuan desain surat suara dan mekanisme pemberian suara. (Ania)