
Secara Kajian Hukum, Hasil Sirekap Sah
TEMANGGUNG- Secara kajian hukum, proses serta hasil penghitungan dan rekapitulasi suara Pemilu/Pemilihan dengan menggunakan teknologi informasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) adalah sah.
Sirekap merupakan penghitungan dan perekapan suara hasil Pemilu/Pemilihan, dengan cara mengambil gambar atau memfoto formulir model C-KWK (hasil penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara/TPS) dengan kamera ponsel petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Hasil penghitungan dari tiap-tiap TPS itu, setelah terkumpul semuanya, lalu terekap menjadi total hasil perolehan suara masing-masing peserta Pemilu/Pemilihan.
Harsanto Nursadi, dosen Hukum Administrasi Negara Universitas Indonesia (UI), dalam Webinar “Penerapan Sirekap Pada Pemilu 2024” yang diadakan KPU RI, Rabu (17/11) mengatakan, secara hukum Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), hasil serta proses penggunaan Sirekap adalah sah
Menurutnya, formulir C-KWK yang diisi secara manual, lalu difoto dan berubah menjadi dokumen elektronik serta terkumpul di data center, sama validnya dengan data awal dalam suatu kumpulan data. Bahkan validitas Sirekap bisa lebih baik daripada proses manual, karena kemungkinan untuk mengubah sulit, data terkirim dan terkumpul dengan sangat cepat, dan data terkirim itu dapat dijadikan bukti jika ada permasalahan hukum.
“Sirekap memiliki kelebihan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, secara moral, dan secara hitungan,’’tandasnya.
Narasumber lainnya, Ramlan Surbakti, dosen Universitas Airlangga Surabaya, mengungkapkan, Indonesia satu-satunya negara di dunia yang melakukan penghitungan suara di TPS, namun juga satu satunya negara yang mengumumkan hasil Pemilu paling lama, yakni 35 hari setelah pemungutan suara.
“Penggunaan teknologi, seperti Sirekap, dapat menjadi solusi agar pengumuman hasil Pemilu, bisa lebih cepat,’’ujarnya.
Jika Sirekap akan diterapkan dalam 2024, sambung Ramlan, KPU harus bisa menjawab beberapa tantangan. Yakni, tantangan teknologi, seperti sambungan internet untuk seluruh wilayah Indonesia, penyediaan peralatan yang mumpuni, dan perumusan sistem yang baik.
Lalu tantangan Sumber Daya Manusia, seperti penyiapan petugas entry data, pelatihan keterampilan, dan etos kerja. Juga tantangan hukum, yaitu apakah hasil Sirekap menjadi hasil resmi dan bisa menjawab gugatan.
“Agar hasil Sirekap bisa resmi, diperlukan Perpu, sebab UU No 7 tahun 2017 tentang Pemiu sudah disepakati tidak akan diubah dan diganti. Saya berharap KPU dapat menyusun dan mengajukan naskah Perpu itu ke Presiden,’’tambahnya.
Anggota KPU RI, Evi Novida Ginting Manik, saat membuka Webinar tersebut mengatakan tingkat keberhasilan Sirekap pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur 2020 sebesar 100%, sedangkan untuk Pemilihan Bupati serta Walikota 98%. Pada 2020 itu, Sirekap statusnya sebatas sebagai alat bantu pengehitungan dan rekapitulasi.
“Untuk menguatkan KPU dalam perbaikan dan persiapan Sirekap pada pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan 2024 itulah, kami adakan Webinar ini,’’jelasnya.
Henry Sofyan Rois, selaku anggota KPU Kabupaten Temanggung, usai mengikuti Webinar tersebut berharap, apabila Sirekap diterapkan pada Pemilu 2024 nanti, sudah memiliki kekuatan hukum kuat sehingga data yang dikumpulkan secara elektronik bisa sah secara hukum. Kemudian,hasilnya bisa diterima publik dan membantu dalam penyelesaian gugatan hukum. [ani]